(Semarang, 24/09/2018) Dampak perubahan iklim menjadi isu yang hangat dibicarakan bukan saja di dalam melainkan juga di luar negeri. Berbagai upaya pengurangan dampak tersebut juga dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan melakukan analisis terhadap dampak perubahan iklim dengan menggunakan teknologi nuklir.
Beberapa negara yang tergabung dalam Forum for Nuclear Cooperation in Asia (FNCA) yang beranggotakan Australia, Bangladesh, China, Indonesia, Japan, Kazakshtan, Korea, Malaysia, Mongolia, Philippines, Thailand, dan Vietnam melakukan penelitian bersama untuk menganalisis dampak perubahan iklim dengan menggunakan teknologi nuklir. Analisis ini dilakukan oleh setiap negara anggota FNCA sejak tahun 2017 yang diketuai oleh Australia.
Kepala Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan, pembahasan isu dampak perubahan iklim telah menjadi pembahasan penting di tingkat internasional. “Di sidang umum Badan Tenaga Atom Internasional/International Atomic Energy Agency (IAEA) yang ke-62 kemarin mengankat tema perubahan iklim. Ini artinya dampak perubahan iklim telah dirasakan oleh seluruh dunia,” ujar Djarot.
Untuk itulah, menurut Djarot, saat ini seluruh negara yang tergabung dalam FNCA berkumpul dalam kegiatan workshop yang mengusung tema Climate Change Research Using Nuclear and Isotopic Techniques di Universitas Diponegoro, mulai tanggal 24-28 September 2018. Pada pertemuan ini, seluruh negara akan menyampaikan hasil penelitian di masing-masing negaranya selama 1 tahun.
Hasil penelitian bersama terhadap dampak perubahan iklim dengan menggunakan teknologi nuklir ini akan memberikan gambaran atau prediksi terhadap pola dampak perubahan iklim di tahun mendatang berdasarkan data pengamatan yang dilakukan selama ini. “ Dengan teknologi nuklir kita dapat melakukan kajian perubahan iklim masa lampau (paleo-climate) dengan analisis isotop dalam terumbu karang (coral), sedimen laut dan danau. Terumbu karang dan sedimen dapat menyimpan informasi hingga ratusan bahkan ribuan tahun yang lalu,” tambahnya,
Data yang didapatkan dari terumbu karang dan sedimen tersebut, digunakan untuk membuat prediksi perubahan iklim di masa mendatang. Model prediksi itulah yang dapat dimanfaatkan untuk mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Djarot menambahkan, hasil dari pertemuan ini akan disampaikan ke beberapa pemangku kepentingan di setiap negara sebagai bahan untuk pengambilan kebijakan dalam rangka upaya mengurangi dampak perubahan iklim.
Pentingnya pembahasan dampak perubahan iklim ini juga disampaikan Wakil Rektor Undip, Ambariyanto. “Pertemuan ini bagi Undip sangat penting karena selain mendukung visi dan misi perguruan tinggi, perubahan iklim kini telah menjadi problema kita semua. Dampak dari perubahan iklim sangatlah komplek, salah satu contohnya adalah terus meningginya air laut hingga mampu menenggelamkan beberapa pulau kecil di negeri kita,” kata Ambariyanto.
Yang menarik dalam pertemuan ini bagi Ambariyanto adalah, selama ini penelitian terhadap dampak perubahan iklim telah banyak dilakukan, namun kali ini dengan menggunakan teknologi nuklir. Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan iptek nuklir bukan hanya sebagai senjata pemusnah masal yang selama ini ditakutkan oleh masyarakat, tapi lebih dari itu, teknologi nuklir juga dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan yang salah satunya adalah di bidang lingkungan.
Menurut perwakilan dari Australia, Hendrik Heijnis, hasil penelitian bersama ini akan sangat berguna untuk memprediksi pola dampak perubahan iklim. “FNCA yang beranggotakan 12 negara mempunyai 7 proyek penelitian, dan Indonesia ikut semua di dalamnya. Pada pertemuan kali ini, masing-masing negara akan menyampaikan data hasil penelitiannya yang nantinya akan dijadikan sebagai bahan untuk membuat prediksi pola dampak perubahan iklim di setiap negara,” ujar Hendrik.
Setelah mendapatkan pola atau prediksi dampak perubahan iklim tersebut, diharapkan hasil ini dijadikan dasar bagi para pemangku kepentingan untuk membuat kebijakan dalam mengurangi dampak perubahan iklim di masa yang akan datang. (Pur)